Kamis, 29 Juli 2010

Dear 'You', Siapa yang Durhaka?

hello,
am waiting for my father to got home and bring me food. starving.

Gue baru bangun dari - err, i want to call it a nap, but 6 hours of sleeping? Cari di kamus manapun and you won't find a sleep that long defined as a 'nap'. Hibernasi jauh lebih tepat.

Gue laper parah, jelas. Kan gue tadi dinner pake mimpi. Ato bahasa omelan-nyokap-gue-nya: makan pake iler doang.

Ngomongin nyokap, gue jadi keinget pelajaran agama tadi siang di sekolahan. Materinya, iman kepada hari kiamat. Terus, guru gue bilang, salah satu tanda kiamat adalah hamba-hamba melahirkan tuannya, dalam pengertian, bahwa para orangtua mulai diperbudak anaknya sendiri. Generasi dengan kedurhakaan level advanced. Tiba-tiba gue kepikiran, kasus anak-anak durhaka itu, sebenernya salah siapa?

Anak-anak durhaka, anak-anak dengan dosa besar. Bueeesaaaar, gede banget, salah satu dosa yang tidak termaafkan nyaris in any religion. anak zalim. anak terkutuk - walaupun hasil kutukan anak durhaka sekarang sudah jadi objek wisata; batu Malin Kundang,Gunung Tangkuban Perahu - bukti kebesaran Tuhan bahwa tidak ada yang sia-sia. Bahkan anak durhaka yang terkutuk dan zalim bisa jadi sumber devisa negara.
Ayo yang ngaku anak baik-baik, jangan mau kalah dong. Apa mesti dikutuk jadi objek wisata dulu baru mau bisa ngasih sumbangsih bagi bangsa dan negara? ampun, jangan kutuk gue ya anak-anak baik. Anak baik-baik tidak mengutuk, mereka mendoakan :D

Kembali ke anak-anak durhaka.
Mereka dicaci, dikutuk. Atas kedurhakaan mereka. Kesalahan mereka?
Look at them closer. Children are only products of parenting, output dari usaha parenting orang yang membesarkannya. aren't them?
you teach your children kindness and how to behave. but your children do not learn what you teach, they learn what you do, the way you behave. the way you think.
Ya, action speaks louder than words.
whether you realize or not, whether they themselves realize or not, children may not be the best listeners in the world, but they are the best imitators in the world. They may don't listen to your words, but they do act the way you act.
You di sini, adalah, adalah satu ujung tombak Tuhan yang paling ujung dalam mendidik ciptaan-Nya; you di sini, adalah, yang terhormat para orangtua - atau siapapun yang memegang hak penuh atas pembinaan anak-anak - bisa jadi para nanny atau babysitter-nya, mengingat children parenting pun tidak lepas dari pengaruh modernisasi dan globalisasi.
Dear 'You', don't you see even only a flash, yourself inside those children you have raised?

Jadi,  ketika lo ngomelin anak-anak for the things they do, on who actually you grumble on?

Jadi, ketika sekarang training-training keagamaan dan pembinaan mental menjamur dan memenuhi agenda para anak, siapa sesungguhnya yang perlu di training?

Jadi, ketika seorang anak dicap durhaka, siapa sebenarnya yang durhaka?



Well, kayaknya, gue kedengaran kayak ibu-ibu kepala lima yang punya anak tiga ya. Mungkin barusan gue kerasukan jiwa temen arisannyaTitik Puspa. Or i'm just getting old? hahaha

and oh, that's the Dear 'You' in my home. Father's home!

Happy breanner !
-  terinspirasi dari brunch: breakfast-lunch, cuma yang ini artinya breakfast-dinner, secara gue makan malem di pagi-pagi buta -

anyway, I'm only 16, note that, only, hahahahaha.
mawning :)

Senin, 26 Juli 2010

A Little Personal Message for Everyone

Temen2, malem ini kebetulan pas malam nisfu sya'ban. Pas banget ya buat maaf-maafan, biarpun sebenernya kapan juga bagus, hehe.


Therefore, dede mohon maaf buat semua kesalahan yang sengaja ato engga, for anything i did that hurts.
semoga maaf memaaf malam ini bisa memberkahi kehidupan kita selanjutnya terutama untuk ramadhan dan syawal, juga mohon doanya untuk ujian nasional dan seleksi masuk perguruan tinggi yang akan dihadapi saya dan temen2 kelas tiga lainnya.



humbly begging for your will to forgive


dede :)

Senin, 12 Juli 2010

The Last Day of Holiday - Petualangan Kandang (Tukang) Bebek

ha-a-a-lloo-oo
gu-e su-dah nga-a-an-tuk
ta-a-pi ta-aa-ngan gu-e gua-aa-teel

udah ah. capek nulis model gitu. kesannya gue kayak kesurupan aziz gagap ngebanci versi tertulis.

gue beneran ngantuk - dan sudah seharusnya begitu. besok adalah senin pertama gue, sebagai senior sekolahan - end of holiday.

buat gue, liburan kali ini, bener2 perlu dimaknain.ini liburan terakhir gue yang bisa dinikmatin di masa SMA. iyep, tomorrow i would officially be a 12th grader. Even closer to university, to work, to old ages. life's fast.

then, gue dan empat temen gue - tergabung dalam Kandang Bebek, sebuah lingkaran pertemanan yang dinamai berdasarkan suara yang kami hasilkan dalam setiap conference call : suara konser di truk bebek mau digoreng - membuat sebuah keputusan mendadak untuk jalan-jalan. Our first and only hang out in this holiday, komplit berlima. soalnya, selain Kandang Bebek, kita juga bisa dinamain Kandang Seribu Tukang. Kita berlima, selain tukang bikin ribut, juga kerap merangkap berprofesi sebagai tukang-tukang lain. Gue, misalnya, sering sekali tertangkap kering sedang menukangi gambar di layar komputer, dengan siku berbentuk 90 derajat nyaris sempurna - tukang ketik, tukang edit, tukang tolong-ketikin, tukang tolong-bikinin-presentasi-gue-dong, tukang-tolong-selesein-makalah-kelompok-ya, tukang-tolong-download-in-ya. Atau temen gue yang lain, Nollie, sering tertangkap wangi di dapur rumahnya, menjadi tukang ulen adonan kue- dilakukan sambil nyanyi salawat - tips buat bikin kue yang enyak tenyan yang juga kerap merangkap sebagai tukang-bikinin-kue, tukang ajarin-bikinin-kue-dong, tukang nyanyiin-gue-dong-gue-butek, tukang tolong-pijetin-gue-dong, dan tukang-tukang tolong lainnya yang membuat kita tenggelam dalam kesibukan ber'tukang-ria' masing-masing, even in holidays. Liburan kali ini misalnya, gue kejebak jadi tukang-bikin-riot-camp, dan temen gue yang lain, Aya, terjebak jadi tukang-joget-tradisional atau bahasa bagusnya: penari. Gue di Batam, Aya di Jakarta. Terus gue 'terculik' ke Jakarta, Aya ke Jogja, sementara temen gue yang lain, Reza, jadi tukang-geol-melayu a.k.a penari melayu di Batam. Then, Nollie, jadi tukang jalan-jalan di Padang. Ayu, jadi tukang mengurus-adik-yang-beranjak-berandal-akibat-pergaulan-anak-SD-jaman-sekarang. Menjelang akhir libur sekolah, kegiatan pertukangan kita mulai mereda. Palingan gue sama Reza doang jadi tukang urus daging-daging baru di sekolahan. Dan baru di jam-jam terakhir liburan terakhir kita sebagai anak 'tengah' sekolahan, kita bener-bener bebas dari segala kegiatan pertukangan.

Kita jalan ke Ocarina, niatnya mau nyobain rumah hantu yang baru buka. Nyampe di sana, kita yang jadi hantu. Berkeliaran dengan jiwa yang tidak tenang. Kita laper, tukang jual makanan di sana sangat-terbatas, terlebih dengan budget yang juga terbatas. Kita juga belum mau masuk rumah hantu, nunggu langit lebih gelap biar suasananya semakin mencekam - padahal biar masih siang juga jantung kita udah mulai bikin atraksi perkusi solo.

Berembuk sebentar, akhirnya, kita mutusin jalan-jalan dulu.

Sebagai anak kota tulen, yang ditunjukkan dengan bahan obrolan berupa gosip paling up to date: kasus Peterporn dan kalimat-kalimat penyedapnya ("Eh katanya vokalis peterband-nya mau diganti loh!" , "Eh katanya masih ada 32 video lagi loh!" "Wuih, seolah-olah tiap provinsi satu ya, jadi kayak pemilihan miss video-peterpon Indonesia" , "Eh punya video model gitu juga gak? katanya videonya sampe laku dijual 500ribu loh.""Banyak tuh di rumah, video si Birong Mandi", dll) begitu ngeliat sekelompok layang-layang, muka kita beneran model anak layangan semua - model anak A-LAY. Terkagum kagum, tergemes-gemes, terkenang jaman jahiliyah 7-8 tahun yang lalu, disaat selalu dianggap pilek walaupun kenyataannya malah terlalu sehat- jaman masih anak ingusan. Masa kecil.

Menonton masa kecil seseorang, kadang, bahkan seringkali, menjadi hiburan yang sangat menarik - seperti yang kita rasakan sore itu. Capek mendongak liat layangan, kita semakin kelaperan, dan jalan ke stand makanan. setelah masing-masing sudah memegang sesuatu untuk dicerna, kita duduk di pinggir taman hiburan anak di Ocarina, ngeliatin orang-orang yang lalu lalang, orang-orang yang main-main di situ. Dari beragam jenis orang yang bolak balik dengan macam-macam cara: jalan kaki, loncat, sepedaan, naik kuda-kudaan, kita berlima terpaku ngeliatin orang-orang dan mainan kuda-kudaan mereka. No, terpaku isn't a proper word. Terbahak terngakak-ngakak lebih tepat.

Lo tau kan, kuda-kudaan yang mesti digenjot biar jalan? Ngeliat anak kecil naik kuda-kudaan mini model begitu, mungkin lo cuma bakal tersenyum-senyum bergemas-ria. Lah kalo ngeliat mbak-mbak, mas-mas naik kudaan model begitu yang gedenya nyaris segede aslinya? temen gue sampe agak ngeres ngeliatnya. Tontonan kuda-kudaan paling menarik sore itu adalah tiga bersaudara dan kisah kuda-kudaannya masing-masing.

Dua anak laki-laki kecil, yang hampir terlihat kembar - setelah belakangan gue tau mereka cuma kakak adik dengan kemiripan yang berlebihan, mencoba menaiki kuda-kudaan yang ukuran nyaris segede aslinya. Kaki mereka enggak nyampe. Walhasil, mereka lebih kayak olahraga satu kaki sambil akrobat di atas kuda-kudaan: beberapa meter pertama, kaki kanan mereka menjungkang di atas badan kuda-kudaan sementara badan mereka miring ke kiri, dengan kaki kiri menggenjot pedal kuda-kudaan. beberapa meter kemudian, giliran kaki kiri yang menjungkang di atas badan kuda-kudaan. setelah beberapa putaran, mereka bakal tergeletak lemas di atas kuda-kudaan masing-masing, terkulai memeluk leher si kuda-kudaan. Dan si kakak-adik nyaris kembar ini, adalah pasangan kakak-adik manis yang kompak dan saling menyayangi. Kalo yang satu nabrak, yang satu lagi, bertenggang rasa, akan ikutan nabrak juga, menabrak saudaranya yang lagi nabrak. Sayang banget gue nggak ngerekam pasangan kakak-adik ini. Karna mereka melakukan hal-hal aneh diluar batas kemampuan deskripsi keadaan aneh gue. Misalnya, entah karena alasan apa, saat si adik sudah kelelahan mencoba mengenjot maju kuda-kudaannya, sang kakak penyayang tiba-tiba berubah brutal menarik ekor kuda-kudaan adiknya sehingga segala usaha akrobatik si adik menjadi sia-sia - dan si adik jatuh kelelahan di atas kudanya. Kemudian si kakak akan menabrak si adik, lalu tiba-tiba dengan sangat akur mereka saling membantu bermain akrobat kuda-kudaan genjot.

Adik yang paling kecil, perempuan, memilih kuda-kudaan genjot kecil, yang jelas-jelas mampu dia naiki, untuk dibawa jalan-jalan keliling taman kayak anjing peliharaan. Si adik dan si anjing-kuda-kudaan peliharaan berjalan-jalan dengan manis menikmati pemandangan - sampai langit memerah dan mereka harus sekeluarga, harus pulang. Pas mereka mau pulang, gue kejar bapak tiga anak ajaib ini untuk minta ijin fotoin tiga bersaudara absurd ini. Kalo ada diantara lo yang ngunjungin Ocarina, butuh hiburan dan punya cukup duit buat nyewa tiga kuda-kudaan genjot, cari tiga bersaudara ini:

beberapa menit dari masa kecil tiga bersaudara ini, berhasil melempemkan kegaringan sore hari terakhir liburan gue. saking lempemnya sampe lentur kayak trampoling: gue ketawa mantul2.

si Rumah Hantu, yang seharusnya jadi main attraction hari itu, malah jadi ajang pukul-pukulan gue dan Ayu. Tiga temen gue yang lain masuk duluan ke rumah Hantu, gue dan Ayu masuk setelah sebuah pertarungan suit, pertarungan suit jepang pertama yang gue menangin tahun ini. Okay, gue ngaku, pertarungan suit apa aja pertama yang gue menangin dalam 2 tahun terakhir. Gue hompimpah aja bisa kalah.

Kita masuk jam 7an malem. Sebenernya kita mau masuk dari jam 6an, tapi kata petugasnya hantunya lagi solat. Setelah para hantu selesai menemui Tuhannya, kita siap-siap buat kaget dan ketakutan. Secara gue dan Ayu masuk terakhir, kita gak sekaget dan seketakutan tiga orang tukang kaget dan tukang jerit ketakutan yang kebetulan masuk duluan. Mereka kaget sejadi-jadinya sampe nangis, sementara kita, malah membantai hantu-hantu jadi-jadian tersebut. Begitulah ekspresi agak-kaget gue dan Ayu: nonjok. Lagian, hantunya agak abal-abalan. Hantu Pocong, yang terbuat dari seorang lelaki berumur 20-an yang make mukenah dan topeng, ditonjok Ayu sampe topengnya copot dan lari-lari kabur then gedor-gedor dinding. Sebenernya, kita beli tiket buat ditakut-takutin ato buat nakut-nakutin?

Two thumbs down deh, buat rumah Hantunya. lebih cocok dinamain rumah Takut - dimana temen lo ditakutin dan lo bales nakut-nakutin orang yang telah menakut-nakutin temen lo.

well, kalo gitu, gue namain saat ini sebagai jam Takut: takut kesiangan bangun di senin pertama gue sebagai senior sekolahan.

Good late night, people.
Happy new academic year.

Selasa, 06 Juli 2010

During the Flight on June 30th 2010

well, i am a high-tech hostage. di saat gue nulis ini, gue lagi di atas penerbangan  SJ0033. my first flight alone, literally.

iyep, 16 taun gue idup, gue ga pernah naik pesawat sesendiri ini. biasanya kalo gue travel tanpa orangtua, gue dititip sama pramugari ato kenalan2 nyokap gue. walaupun kenalan on the spot. biasanya nyokap bakal ikut check in ngurus bagasi, ngajak ngomong ibu2 yang satu antrian,and the next thing i know is tiba2 gue dititip sama si ibu2 nan malang itu. that's what i mean by 'kenalan on the spot'.

kali ini, gue sengaja check in sendiri. ngacir dari nyokap. dan gue langsung kualat. dompet gue jatoh di bawah palang troli. pas gue bangkit dari ngambil dompet, kepala gue kejedot palang. tepat di ubun2. kenceng pula.
the lesson is, ridho tuhan adalah ridho orangtua. jangan sampe elo kualat, terutama dengan cara sebodoh gue.

mengingat gue agak telat check in-nya, gue ga bisa request seat. gue dapet seat 1b. gue duduk diantara dua bapak2 yang kayak pinang dibelah gergaji. 180 derajat beda. sebelah kiri gue, duduk deket jendela, adalah bapak2 berambut gondrong model chrisye yang entah kenapa sangat excited memotret pemandangan dari jendela pesawat. pake blitz pula. gue, jadi ngerasa seolah2 pesawat yg gue tumpangin waktu itu ada built in petir indoor.

then, di sebelah kanan gue, adalah bapak2 setengah botak (atau botak setengah?) yang style-nya sangat pengusaha, sepanjang perjalanan baca buku-nya Andrea Hirata yang paling baru. gue lupa judulnya.

ketika mereka berdua liat2an, gue berasa kayak kaca retak yang misahin mereka.

gue sempet ngobrol dikit sama si bapak ber-style pengusaha. and  i found out something quite interesting in our conversation. gue sempet ditanya mau ngapain ke Jakarta, dan ketika gue jawab gue kepilih ikutan semacem forum untuk pemuda Indonesia - si bapak langsung nyeletuk, "Kamu anak siapa? Bapakmu kerja dimana?"

as a result, bergaung di kepala gue, nyaris teromongkan di mulut,
"Do we need to be somebody's daughter in order to be heard in a national forum?"

apa hanya anak-anak dari 'orang-orang tertentu' yang bisa bersuara dalam forum nasional?
apa pekerjaan orangtua menentukan lingkup pendengar aspirasi seseorang?

it's 2010. it should be answered, no more. bahkan sejak dulu, selalu ada 'nobody' yang berhasil berbicara di depan rakyat senegara. bahkan masyarakat sedunia.
then, why, in this post modern world, it's not the aspiration that matters, it's the background of the speaker that matters?

gue ngerasa, jawaban kayak gini agak ga sopan. agak ngelawan. then i only answered
"Saya anak pak Bubun Bunyamin, musisi. Bapak baca buku apa?"

the bald man distracted. gue berhasil ngeganti topik pembicaraan. a long derscription about that Andrea Hirata's book ended the conversation.


this is only the beginning of my 2nd holiday hostaging. wonder what's gonna be next...